Menu

Mode Gelap

Kuliner · 6 Des 2025 21:07 WIB

5 Soto Betawi Legendaris di Jakarta Timur, Ada yang Bertahan Lebih dari 70 Tahun


 5 Soto Betawi Legendaris di Jakarta Timur, Ada yang Bertahan Lebih dari 70 Tahun Perbesar

PROLOGMEDIA – Di Jakarta Timur, sejumlah warung soto Betawi terus bertahan dari generasi ke generasi — bahkan ada yang telah melayani pelanggan sejak lebih dari tujuh dekade — mempertahankan cita rasa khas yang membuatnya tetap dicari hingga sekarang. Berikut kisah lima warung “legendaris” itu, lengkap dengan karakteristik masing‑masing dan daya tarik yang membuatnya tetap ramai.

 

Warung pertama adalah Soto Sapi Ni’Mat, yang sudah berjualan sejak 1952. Kuah santannya terkenal gurih namun tidak terlalu pekat, sehingga terasa ringan namun tetap kaya rempah. Porsi yang disajikan terbilang besar, dengan aroma rempah yang menggugah selera, menjadikannya favorit bagi banyak pengunjung sejak puluhan tahun lalu. Isian sotonya juga variatif: daging sapi (biasanya bagian kepala), kikil, paru, usus, babat, tulang muda, hingga sandung lamur — memberi kebebasan bagi penikmat soto untuk menyesuaikan selera dan selera jeroan. Untuk seporsi soto plus nasi, harga relatif terjangkau, membuatnya bisa dinikmati masyarakat luas.

 

Kemudian ada Soto Cawang, juga muncul di tahun 1952 — menjadikannya salah satu pelopor soto Betawi di kawasan ini. Warung ini punya reputasi kuat berkat kuahnya yang creamy dan wangi, diperoleh dari santan dan rempah yang diracik secara tradisional. Beda dari banyak warung lain yang mulai menyajikan soto dalam mangkuk, di sini soto disajikan di piring — sebuah ciri khas “tempo dulu” yang tetap dipertahankan. Isian pun komplit: daging sapi, babat, paru, kikil, usus, bahkan tulang muda — sehingga pilihan jeroan tetap tersedia untuk pelanggan yang suka sensasi tradisional penuh rasa. Warung ini rutin dibuka sejak pagi, dan tetap ramai dikunjungi, menandakan bahwa kualitas dan reputasi mereka tetap konsisten hingga sekarang.

 

Warung ketiga adalah Soto Betawi Bang Ririn, yang mulai beroperasi pada 1985. Di tempat ini, kamu akan menemukan kuah santan yang kental serta isian daging dan jeroan yang melimpah, cocok bagi siapa saja yang mengidamkan soto dengan rasa “berat”, gurih, dan mengenyangkan. Namun warung ini juga fleksibel: mereka menawarkan varian dengan kuah bening bagi pengunjung yang ingin rasa lebih ringan. Sambal pedasnya kerap menjadi pelengkap favorit, terutama bagi penikmat rasa kuat. Harga per porsi termasuk ramah yakni sekitar Rp 30.000. Selain soto Betawi, warung ini kadang juga menyajikan sroto khas Banyumas, menambah warna bagi pelanggan yang datang.

 

Selanjutnya, ada Soto Betawi Condet Bang Iman, hadir sejak 1980. Lokasinya di kawasan Condet, dan terkenal menawarkan rasa soto yang autentik serta “jadul” — menurut banyak penikmat kuliner, soto di sini rasanya mirip soto Betawi rumahan zaman dulu. Kuahnya gurih dengan rempah terasa kuat, dan potongan dagingnya besar‑besar, memberi sensasi kenyang dan puas. Pelanggan bisa memilih dari berbagai isian: daging sapi, babat, paru, kaki, ayam, ataupun campur. Harganya juga terjangkau, sekitar Rp 33.000 per porsi. Bagi kamu yang ingin menikmati cita rasa klasik dan sederhana namun otentik, warung ini jadi salah satu pilihan tepat.

Baca Juga:
Cikuasa Atas ‘Mati Suri’: Dampak Penutupan Jalan ke Pelabuhan Merak

 

Terakhir, ada Soto Betawi Bang Udin Cibubur, sudah beroperasi sejak 1988. Warung ini dikenal menawarkan soto dengan kuah yang relatif ringan, namun tetap bercita rasa tinggi — cocok bagi mereka yang menyukai soto tanpa rasa terlalu “berat” saat santan. Isian meliputi daging sapi dan paru, bahkan ada opsi “torpedo” (mungkin jeroan atau tambahan lain), sehingga tetap memberi pilihan bagi penikmat soto tradisional. Harga per porsinya berada di kisaran Rp 45.000. Warung ini cocok untuk makan siang yang mengenyangkan namun tetap nyaman di perut.

 

Keberadaan kelima warung ini menunjukkan betapa kuat dan beragamnya tradisi kuliner soto Betawi di Jakarta Timur. Meski berbeda dalam gaya penyajian, cita rasa, sampai tahun berdiri, semuanya memiliki kesamaan: konsistensi rasa, harga yang bersahabat, serta keberanian mempertahankan resep lama — menjadikannya warisan kuliner yang tetap digemari generasi ke generasi.

 

Soto Betawi memang dikenal sebagai salah satu ikon kuliner Jakarta: kuahnya biasanya terbuat dari santan — atau terkadang campuran santan dan susu — lalu diberi rempah khas, sehingga menghasilkan rasa gurih dan creamy. Isian bisa sangat variatif: daging sapi, jeroan seperti babat, paru, kikil, usus, bahkan tulang muda atau sandung lamur. Pelengkap seperti emping, bawang goreng, daun bawang, sambal, dan terkadang potongan kentang atau tomat juga lazim ditambahkan. Kombinasi ini menciptakan kelezatan yang khas dan sulit dilupakan.

 

Menariknya, keberagaman warung soto di Jakarta Timur tak hanya soal rasa dan tradisi — tetapi juga soal karakter dan pengalaman bersantap. Ada warung dengan suasana “warisan lama” yang terasa nostalgic, seperti Soto Cawang atau Bang Iman yang mempertahankan sajian di piring dan kuah tradisional. Ada pula yang menawarkan opsi modern — misalnya Bang Ririn dengan varian kuah bening dan kuah santan — memberi fleksibilitas bagi penikmat soto berdasarkan selera atau kondisi perut. Dan ada juga yang memadukan antara kenyamanan perut dan rasa bersahaja, seperti Bang Udin, yang cocok untuk makan siang ringan namun memuaskan.

 

Baca Juga:
Tol Baru Semarang–Yogyakarta Kian Dekat Rampung, Mobilitas Antar Kota Bakal Makin Singkat

Bagi warga Jakarta atau pendatang yang sering bertukar tempat, soto‑soto Betawi ini jadi saksi sejarah sekaligus penanda budaya — sebuah bagian dari kehidupan harian, dari masa ke masa. Warung‑warung ini bukan sekadar tempat makan; mereka adalah warisan kuliner yang terus terpelihara, setiap porsi membawa cerita, aroma, dan rasa yang melekat di ingatan. Mereka menunjukkan bahwa meskipun zaman berubah — gaya hidup lebih cepat, pilihan makanan lebih beragam — rasa dan tradisi lama tetap punya tempat di hati banyak orang.

Artikel ini telah dibaca 3 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Mengolah Tunas Rotan Jadi Hidangan Tradisional: Lezat, Gurih, dan Bernilai Gizi

7 Desember 2025 - 21:15 WIB

Transformasi Singkong di Vietnam: Dari Tanaman Tradisional ke Rantai Nilai Berkelanjutan

7 Desember 2025 - 20:39 WIB

Berburu 5 Siomay Legendaris di Jakarta Timur dengan Cita Rasa Tak Lekang Waktu

6 Desember 2025 - 00:16 WIB

Ikon Kuliner Jaktim: 5 Restoran Legendaris yang Tetap Jadi Favorit Keluarga

6 Desember 2025 - 00:10 WIB

Mengapa Telur Kalkun Jarang Dikonsumsi? Ini Alasan di Baliknya

5 Desember 2025 - 11:35 WIB

Tongseng Ayam Tanpa Santan yang Lebih Ringan dan Tetap Menggugah Selera

5 Desember 2025 - 11:23 WIB

Trending di Kuliner