JAKARTA – Menjadi anak perempuan pertama dalam keluarga seringkali dianggap sebagai posisi istimewa. Namun, di balik keistimewaan itu, tersembunyi pula beban dan tekanan psikologis yang tak jarang membekas hingga dewasa. Istilah “eldest daughter syndrome” atau sindrom anak perempuan sulung kini semakin populer untuk menggambarkan fenomena ini. Sindrom ini merujuk pada serangkaian tekanan sosial dan psikologis yang dialami oleh anak perempuan pertama, yang seringkali dituntut untuk menjadi panutan, pengasuh, bahkan “orang tua kedua” bagi adik-adiknya.
Apa Sebenarnya Eldest Daughter Syndrome?
Eldest daughter syndrome bukanlah diagnosis medis resmi, melainkan sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pola perilaku dan emosi yang umum dialami oleh anak perempuan sulung. Mereka seringkali diberikan tanggung jawab yang besar sejak usia dini, seperti mengurus adik, membantu pekerjaan rumah, hingga menjadi figur pengganti ibu dalam beberapa situasi.
Dr. Kate Eshleman dari Cleveland Clinic menjelaskan bahwa tekanan ini seringkali merampas masa kanak-kanak mereka. Mereka lebih sering dilatih untuk “mengurus” daripada “diurus.” Beban ini dapat terus terbawa hingga dewasa, memengaruhi kepribadian, pola hubungan, dan bahkan kesehatan mental mereka.
Sebuah studi dari UCLA bahkan menemukan bahwa anak perempuan pertama cenderung mengalami pubertas adrenal lebih awal, terutama jika sang ibu mengalami stres tinggi saat hamil. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan lingkungan dapat memengaruhi perkembangan biologis anak sejak dini.
Ciri-Ciri Eldest Daughter Syndrome: Apakah Anda Mengalaminya?
Tidak semua anak sulung perempuan mengalami sindrom ini dengan cara yang sama. Namun, ada beberapa ciri umum yang sering muncul. Berikut beberapa tanda yang bisa dikenali:
– Terlalu bertanggung jawab sejak usia dini: Mereka merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh anggota keluarga.
– Perfeksionis dan takut gagal: Mereka memiliki standar yang sangat tinggi untuk diri sendiri dan takut melakukan kesalahan.
– Memendam emosi dan tidak terbiasa meminta tolong: Mereka cenderung memendam perasaan dan kesulitan untuk meminta bantuan, karena merasa harus selalu kuat.
– Punya kecemasan berlebihan dan sulit merasa tenang: Mereka sering merasa cemas dan khawatir berlebihan, bahkan dalam situasi yang seharusnya tidak mengkhawatirkan.
– Kesulitan menemukan jati diri: Mereka terlalu fokus pada peran mereka sebagai pengasuh dan sulit untuk menemukan identitas diri yang sebenarnya.
– Merasa bersalah ketika menolak: Mereka merasa bersalah jika tidak bisa memenuhi permintaan orang lain atau jika harus menolak suatu tawaran.
Penyebab Eldest Daughter Syndrome: Akar Permasalahan
Baca Juga:
Oknum Polisi Polda Banten Tipu Calon Polisi Rp 5 Miliar, Briptu Zaenal Jadi Buronan!
Berbagai faktor dapat menyebabkan munculnya sindrom ini. Berikut beberapa penyebab utama yang patut diketahui:
1. Sering dijadikan “tangan kanan” orang tua: Sejak kecil, anak perempuan pertama sering dimintai bantuan dalam banyak hal: menjaga adik, bersih-bersih, memasak, bahkan menemani ibu berbelanja. Tanpa sadar, orang tua sering menggantungkan banyak hal kepadanya. Semua itu dilakukan bukan karena niat jahat, tapi karena merasa anak sulung perempuan bisa diandalkan. Namun, di balik itu, ada masa kecil yang hilang. Saat anak lain bebas bermain, ia sibuk membantu keluarga. Ini bisa membuatnya terlalu cepat dewasa, lelah secara emosional, bahkan tak jarang memendam emosi dan kesulitan menyuarakan pendapatnya.
2. Harapan yang tidak seimbang karena peran gender: Masyarakat sering memberi pesan bahwa perempuan harus lembut, pengertian, dan kuat menahan diri. Anak perempuan pertama jadi memiliki beban untuk menjadi contoh bagi adik-adiknya. Mereka harus sabar, harus mengalah, dan harus menurut. Sayangnya, harapan ini tidak selalu adil. Sebagai contohnya, kakak laki-laki jarang dimintai hal yang sama. Akhirnya, anak perempuan pertama tumbuh dengan pikiran bahwa dirinya hanya dihargai kalau bisa membantu atau berkorban.
3. Kondisi finansial keluarga: Bila kondisi ekonomi keluarga sedang sulit, anak pertama, terlebih perempuan, sering ikut menanggung beban. Ada yang terpaksa berhenti sekolah duluan, ada yang bekerja sambilan atau menjaga adik agar orang tua bisa cari nafkah. Situasi ini menyebabkan mereka harus menunda mimpinya sendiri. Kadang mereka tidak berani mengeluh, sebab mereka merasa semua ini bagian dari tugas anak baik.
4. Dampak stres ibu yang menurun ke anak: Tidak banyak yang tahu, tetapi stres yang dialami ibu saat hamil bisa memengaruhi anak, terutama anak pertama. Bila ibu kelelahan atau tertekan saat mengandung, anak bisa lebih rentan mengalami stres sejak dini. Kadang ini muncul dalam bentuk pubertas yang datang terlalu cepat, atau anak yang terlihat “dewasa” padahal masih kecil. Mereka jadi terbiasa kuat dari awal, tetapi sebenarnya merasa lelah dan kewalahan karena tidak punya pilihan lain.
Cara Mengurangi Dampak Eldest Daughter Syndrome: Saatnya Memprioritaskan Diri Sendiri
Menghadapi kenyataan bahwa Anda mengalami sindrom anak perempuan pertama bisa menjadi langkah awal yang penting. Berikut beberapa cara untuk mengurangi dampak negatif dari tekanan mental yang dialami anak perempuan pertama:
1. Kenali dan validasi emosi Anda: Hindari menyepelekan perasaan sendiri. Validasi bahwa tekanan anak pertama perempuan itu nyata dan layak untuk ditangani. Mulailah dengan mengenali emosi yang muncul, lalu beri ruang untuk merasakannya tanpa merasa bersalah.
2. Tetapkan batasan yang sehat: Belajar mengatakan tidak adalah langkah penting. Anda tidak harus selalu menjadi penolong dalam setiap situasi. Menetapkan batas antara tanggung jawab dan beban yang tidak perlu adalah salah satu cara menyayangi diri sendiri. Jika Anda terbiasa merawat orang lain, belajar untuk merawat diri sendiri pun penting. Ini termasuk belajar dari pengalaman masa kecil dan menyadari bahwa Anda tidak bertanggung jawab atas semua hal.
3. Bicara dengan profesional: Jika beban terlalu berat, jangan ragu untuk mencari bantuan dari psikolog atau terapis. Terapi dapat membantu mengurai akar dari sindrom anak perempuan pertama, memahami pola pikir yang terbentuk, dan menggantinya dengan pola yang lebih sehat. Konseling juga bisa membantu Anda mengatasi kecemasan dan mengurangi kebiasaan perfeksionis. Anda juga bisa menemukan kembali identitas pribadi yang sempat hilang karena terlalu fokus pada peran keluarga.
4. Latih belas kasih pada diri sendiri: Praktik self-compassion seperti meditasi atau jurnal rasa syukur bisa membantu Anda melepaskan tekanan untuk selalu sempurna. Beri ruang bagi diri sendiri untuk melakukan kesalahan dan belajar dari proses, bukan hasil semata.
5. Bangun support system: Cari teman atau komunitas yang memahami kondisi ini. Banyak perempuan di luar sana yang mengalami hal serupa. Berbagi pengalaman bisa menjadi bentuk penyembuhan tersendiri.
Menjadi anak perempuan pertama bukanlah hal mudah. Ada banyak beban tak terlihat yang harus dipikul, dari urusan rumah hingga tanggung jawab emosional keluarga. Eldest daughter syndrome mungkin bukan istilah medis, tapi dampaknya nyata. Dengan memahami penyebab, mengenali gejala, dan mencari solusi, Anda bisa mengurai satu per satu beban tersebut.
Baca Juga:
Gunungan Sampah di Kolong Tol Tanjung Priok: Upaya Pembersihan, Dampak ke Warga, dan Harapan Penataan
Jika Anda adalah salah satu yang hidup dalam tekanan anak pertama perempuan, saatnya memprioritaskan diri sendiri. Anda berhak untuk tidak selalu jadi kuat, tidak selalu jadi panutan, dan tentu saja, Anda berhak untuk bahagia.









