Menu

Mode Gelap

Berita · 4 Nov 2025 20:52 WIB

BUMN di Persimpangan Jalan: Reformasi Tata Kelola atau Warisan Masalah di Era Danantara?


 BUMN di Persimpangan Jalan: Reformasi Tata Kelola atau Warisan Masalah di Era Danantara? Perbesar

JAKARTA – Pembentukan Danantara dan perubahan Kementerian BUMN menjadi Badan Pengatur BUMN memunculkan harapan baru di masyarakat terkait perubahan yang akan terjadi pada perusahaan-perusahaan milik negara.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peran sentral dalam menggerakkan perekonomian Indonesia. Mulai dari sektor energi, transportasi, konstruksi, hingga keuangan, BUMN menjadi tulang punggung pembangunan dan penyedia berbagai layanan publik yang strategis.

Namun, di balik posisi vital itu, BUMN terus dibayangi problem klasik: kinerja keuangan yang belum optimal, efisiensi yang rendah, serta tata kelola yang kerap terseret kepentingan politik.

Efisiensi dan Profitabilitas yang Tertinggal: Masalah Klasik BUMN

Sebelum bersalin rupa menjadi Badan Pengaturan BUMN, Kementerian BUMN mencatat bahwa hanya sebagian kecil dari lebih dari seratus perusahaan milik negara yang mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara.

Banyak di antaranya yang masih merugi dan bergantung pada suntikan modal dan subsidi pemerintah.

Penelitian Wicaksono dan Siregar (2021) menegaskan bahwa problem utama BUMN adalah inefisiensi akibat birokrasi yang kaku, intervensi politik yang tinggi, dan lemahnya sistem pengambilan keputusan. Kondisi ini semakin memburuk ketika fungsi pengawasan diisi oleh orang-orang tanpa kompetensi yang memadai di bidang bisnis.

Salah satu persoalan yang sering disorot adalah penempatan komisaris berdasarkan kedekatan politik, bukan kemampuan profesional. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa jauh kompetensi dijadikan pertimbangan dalam pengangkatan pejabat strategis di perusahaan negara.

Praktik pengisian kursi komisaris semacam ini seolah menantang hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmandi dan Purnomo (2020), yang mengungkapkan bahwa praktik patronase politik dalam pengangkatan komisaris berpotensi melemahkan kinerja dan akuntabilitas korporasi.

Membangun Meritokrasi dan Akuntabilitas: Reformasi Tata Kelola BUMN

Untuk memperbaiki kondisi tersebut, reformasi tata kelola seharusnyalah menjadi agenda utama. Penunjukan direksi dan komisaris semestinya didasarkan pada kinerja dan keahlian, bukan afiliasi atau balas jasa politik. Rekrutmen profesional asing di Garuda Indonesia barangkali bisa menjadi contoh penerapan meritokrasi, asalkan dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Baca Juga:
Bau Badan Lansia: Fakta, Penyebab, dan Cara Ampuh Mengatasinya!

CEO Danantara, Rosan Roeslani, mengutarakan bahwa keputusan mengenai orang asing menjadi direksi BUMN ini merupakan hasil kajian selama satu tahun penuh, untuk mempercepat proses pemulihan pascarestrukturisasi dan meningkatkan daya saing Garuda di pasar internasional.

Guna memperkuat upaya perbaikan tata kelola, Danantara dan Badan Pengaturan BUMN dapat memanfaatkan momentum putusan Mahkamah Konstitusi dengan memperluas larangan rangkap jabatan, tidak hanya sebatas wakil menteri, tetapi juga hingga pejabat yang memiliki tanggung jawab strategis di kementerian/lembaga negara.

Dalam rekrutmen pengurus BUMN, perlu diterapkan seleksi berbasis kompetensi. Setiap calon direksi dan komisaris perlu melalui proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang terbuka untuk publik.

Prinsip “the right man, in the right place, at the right time” haruslah menjadi pedoman dalam pemilihan personel yang akan menggawangi perusahaan milik negara.

Setelah pemilihan pengurus BUMN, harus pula diikuti dengan evaluasi kinerja yang transparan. Evaluasi ini dapat dilengkapi dengan pengawasan yang melibatkan pihak independen. Yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya membatasi intervensi politik.

Membangun Pilar Ekonomi yang Tangguh: BUMN sebagai Motor Penggerak Ekonomi Nasional

BUMN tidak hanya berperan sebagai mesin ekonomi, tetapi juga sebagai instrumen pelayanan publik. Namun, agar peran itu dapat berjalan maksimal, perusahaan negara harus dibebaskan dari tekanan politik dan kepentingan pribadi.

Transformasi BUMN tidak cukup dilakukan melalui perubahan struktur manajemen, melainkan juga melalui reformasi budaya kerja, transparansi, dan akuntabilitas.

Jika beragam pembenahan itu dilakukan secara menyeluruh dan konsisten, BUMN dapat diharapkan akan kembali menjadi motor penggerak ekonomi nasional yang efisien, kompetitif, dan berdaya saing global, bukan sekadar alat politik kekuasaan.

Opini oleh: Ali Mutasowifin, Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University.

Baca Juga:
Bromo: Kisah Cinta Abadi Roro Anteng dan Joko Seger yang Menghidupi Budaya Tengger

 

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Kemensos Salurkan Laptop untuk 16 Ribu Siswa Sekolah Rakyat: Pendidikan Digital untuk Semua!

12 November 2025 - 19:57 WIB

Makan Bergizi Gratis Berujung Petaka? MBG Sumbang 48% Keracunan Pangan!

12 November 2025 - 19:24 WIB

SDN Pamarican 2 Lumpuh! Banjir Kepung Sekolah, Siswa Tak Bisa Belajar!

12 November 2025 - 19:21 WIB

Darurat Narkoba! Kepala BNN Ungkap Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Pelajar Meningkat!

12 November 2025 - 19:15 WIB

Pabrik Nike-Adidas Terpapar Radioaktif: Pelajaran Pahit untuk Industri Indonesia

12 November 2025 - 19:03 WIB

Serang Gemilang! Perumda Tirta Al-Bantani Sabet Anugerah Keterbukaan Informasi Publik!

12 November 2025 - 19:00 WIB

Trending di Berita