JAKARTA, 3 November 2025 – Mimpi tentang manusia super, terhubung langsung dengan teknologi, tampaknya semakin dekat dengan kenyataan. Lebih dari 10.000 orang dari berbagai penjuru dunia tiba-tiba mendaftarkan diri untuk menjadi bagian dari uji coba revolusioner: penanaman chip otak Neuralink, perusahaan rintisan (startup) ambisius milik Elon Musk. Apa yang mendorong ribuan orang ini untuk rela menjadi “cyborg” sukarela?
Sejak awal tahun 2025, Neuralink membuka “Patient Registry”, sebuah laman resmi yang berfungsi sebagai gerbang bagi siapa saja yang berminat untuk ikut serta dalam uji klinis implan chip otak.
Antusiasme masyarakat ternyata luar biasa. Dalam waktu singkat, puluhan ribu orang mendaftar, menunjukkan betapa besarnya daya tarik teknologi kontroversial ini.
Sejauh ini, Neuralink telah berhasil menanamkan chip pada 12 pasien dalam rangkaian uji klinis. Hasilnya? Mereka mampu mengoperasikan komputer hanya dengan kekuatan pikiran. Ini adalah terobosan yang mengubah paradigma, membuka kemungkinan baru bagi penyandang disabilitas dan bahkan bagi manusia secara umum.
Neuralink menargetkan untuk menambah 13 pasien lagi sebelum akhir tahun 2025, memperluas skala uji coba dan mengumpulkan data yang lebih komprehensif.
Namun, uji coba saat ini masih dibatasi untuk penderita kelumpuhan akibat penyakit saraf motorik atau cedera tulang belakang. Ini adalah langkah awal yang hati-hati, untuk memastikan keamanan dan efektivitas teknologi sebelum diperluas ke populasi yang lebih luas.
Elon Musk, dengan visinya yang futuristik, bahkan menyebut bahwa versi berikutnya dari chip otak Neuralink dapat memungkinkan manusia mencapai simbiosis dengan kecerdasan buatan (AI).
Bayangkan, manusia dan mesin bekerja bersama secara harmonis, meningkatkan kemampuan kognitif dan fisik secara eksponensial.
Musk bahkan melangkah lebih jauh, menyebut chip tersebut berpotensi digunakan untuk memutar musik langsung ke otak, mengembalikan penglihatan bagi penyandang tunanetra, hingga memungkinkan komunikasi melalui telepati. Ini bukan lagi fiksi ilmiah, tapi potensi nyata yang mungkin terwujud dalam waktu dekat.
“Teknologi ini bahkan bisa mencapai titik di mana Anda dapat mengunggah memori dan pada dasarnya menyimpan versi diri Anda, lalu mengunduhnya ke dalam tubuh robot atau kloning dari diri Anda sendiri,” kata Musk dalam sebuah siaran langsung pada Juli lalu, dikutip dari The Independent. Pernyataan ini memicu perdebatan sengit tentang implikasi etis dan filosofis dari teknologi ini. Apakah kita siap untuk “mengunggah” kesadaran kita ke mesin? Apakah ini adalah langkah menuju keabadian, atau justru awal dari mimpi buruk transhumanisme?
Baca Juga:
Rahasia Awet Muda Orang Jepang: 5 Makanan Ini Bikin Panjang Umur!
DJ Seo, Presiden sekaligus salah satu pendiri Neuralink, mengungkapkan angka pendaftar yang fantastis ini dalam laporan riset Morgan Stanley pekan ini.
Laporan itu juga menyoroti isu etika dan hukum yang mungkin timbul akibat kemajuan teknologi antarmuka otak-komputer. Ini adalah pengingat bahwa kemajuan teknologi harus diimbangi dengan pertimbangan moral dan regulasi yang ketat.
“Meskipun selama ini menjadi topik banyak buku dan film fiksi ilmiah, antarmuka otak-komputer merupakan frontier baru bagi umat manusia yang akan melibatkan beragam pertimbangan moral, etika, serta hukum dan regulasi,” tulis laporan tersebut.
Versi chip Neuralink yang digunakan saat ini, N1, terhubung ke komputer melalui Bluetooth dan telah memungkinkan pasien untuk menggerakkan lengan robot, menjelajahi internet, hingga bermain game seperti Mario Kart hanya dengan kekuatan pikiran.
Ini adalah bukti nyata bahwa teknologi ini bukan hanya mimpi kosong, tetapi memiliki aplikasi praktis yang dapat mengubah hidup banyak orang.
Namun, perjalanan Neuralink tidak selalu mulus. Ada kekhawatiran tentang keamanan implan, potensi efek samping jangka panjang, dan risiko penyalahgunaan teknologi ini.
Selain itu, ada juga pertanyaan tentang aksesibilitas. Apakah teknologi ini hanya akan tersedia bagi orang kaya dan berkuasa, atau akan dapat diakses oleh semua orang?
Meskipun demikian, antusiasme terhadap teknologi chip otak tetap tinggi. Ribuan orang rela mendaftar, berharap dapat menjadi bagian dari revolusi teknologi yang akan mengubah masa depan umat manusia. Mereka mencari harapan, peningkatan kualitas hidup, dan bahkan mungkin keabadian.
Chip otak Neuralink adalah simbol dari potensi dan bahaya teknologi. Ini adalah frontier baru yang menawarkan janji-janji luar biasa, tetapi juga menyimpan risiko yang membutuhkan pertimbangan yang matang.
Masa depan umat manusia mungkin akan sangat berbeda berkat teknologi ini, tetapi kita harus memastikan bahwa kemajuan ini berjalan seiring dengan nilai-nilai kemanusiaan dan etika yang kuat.
Baca Juga:
Mimpi Gizi Anak Bandung Barat Hancur: Dana Rp 1 M Raib, Program Makan Bergizi Terhenti
Pertanyaan besarnya adalah, apakah kita siap menghadapi masa depan yang semakin terhubung dengan teknologi? Apakah kita dapat mengendalikan teknologi ini, atau justru teknologi yang akan mengendalikan kita? Hanya waktu yang akan menjawabnya.









