Posted in

IKN: Potensi Wisata atau Sekadar Euforia Sesaat? Ini Kata Pakar!

JAKARTA – Ibu Kota Nusantara (IKN), proyek ambisius yang dirancang untuk menjadi simbol kemajuan Indonesia di jantung Kalimantan, kini menghadapi pertanyaan kritis terkait prospek pariwisatanya. Profesor Azril Azhari, pakar pariwisata ternama, baru-baru ini menyampaikan pandangan bahwa daya tarik IKN saat ini lebih didorong oleh rasa ingin tahu awal daripada oleh daya tarik wisata yang berkelanjutan, memicu perdebatan tentang masa depan IKN sebagai destinasi wisata yang layak.

Kalimantan, yang dikenal sebagai paru-paru dunia karena hutan hujan tropisnya yang luas, adalah lokasi IKN. Visi IKN di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, yang bergeser menjadi ibu kota politik, telah membangkitkan minat domestik dan internasional.

Selama liburan Idul Fitri baru-baru ini, IKN berhasil menarik sekitar 64.000 pengunjung, angka yang mengesankan tetapi tidak menjamin kesuksesan jangka panjang.

Profesor Azril menyatakan keraguannya tentang kemampuan IKN untuk mempertahankan daya tarik wisatanya seiring berjalannya waktu. Dia berpendapat bahwa IKN kekurangan elemen penting untuk destinasi wisata berkelanjutan, seperti infrastruktur wisata yang berkembang dengan baik, atraksi yang unik, dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan.

“Jika kita berbicara tentang undang-undang [pariwisata] terbaru, ini bukan prioritas. Ekosistem pariwisata harus ada sebelum pariwisata dapat dikembangkan, jadi apakah ada rencana? Saya tidak tahu,” kata Profesor Azril pada hari Jumat, 31 Oktober 2025.

Komentarnya menyoroti potensi kurangnya perencanaan strategis untuk mengintegrasikan pariwisata ke dalam pengembangan IKN.

Profesor Azril menekankan bahwa mengandalkan arsitektur megah saja tidak cukup untuk memikat wisatawan. Dia membuat perbandingan dengan Istana Bogor, yang menarik bukan hanya karena signifikansi historisnya tetapi juga karena taman-taman luasnya yang berfungsi sebagai kebun raya, memberikan kombinasi sejarah, budaya, dan keindahan alam.

“Jadi, jenis pariwisata apa yang ingin kita lihat? Apakah kita hanya ingin melihat bangunan? Istana Bogor, misalnya, memiliki area yang luas dengan taman yang indah di belakangnya, yang sekarang menjadi kebun raya,” jelasnya.

Profesor Azril mempertanyakan apakah istana baru di IKN akan memiliki daya tarik yang sama dengan Istana Bogor.

Dia juga berspekulasi bahwa kunjungan wisatawan ke IKN mungkin akan bergantung pada acara khusus dan event yang dipaksakan daripada keinginan tulus untuk menjelajahi kota itu sendiri.

Dia mengungkapkan skeptisisme tentang orang-orang yang memilih IKN sebagai tujuan wisata murni berdasarkan daya tarik intrinsiknya.

Baca Juga:
GBK Senayan Siap Gebrak Akhir Pekan Ini: Konser BLACKPINK, Festival, hingga Laga Futsal Internasional!

“Saya tidak yakin ada orang yang benar-benar ingin berwisata ke sana dengan biaya sendiri, saya menekankan, bepergian. Saya yakin,” tegasnya.

Dia mengkhawatirkan faktor-faktor seperti aksesibilitas yang terbatas dan biaya perjalanan yang tinggi dapat menghalangi wisatawan untuk kembali mengunjungi IKN.

“Paling-paling, orang ingin melihatnya, ingin tahu, ya, untuk pertama kalinya. Apakah mereka akan kembali? Tidak, mereka akan menyesal,” tambahnya sambil tertawa.

Nada ini mencerminkan kekhawatiran bahwa IKN mungkin hanya mengalami lonjakan kunjungan awal dari rasa ingin tahu tetapi gagal untuk mempertahankan daya tarik wisatanya dari waktu ke waktu.

Pernyataan Profesor Azril berfungsi sebagai panggilan bangun bagi para pemangku kepentingan pariwisata IKN. Untuk menjadikan IKN sebagai tujuan wisata yang menarik dan berkelanjutan, perencanaan yang cermat, pengembangan ekosistem pariwisata yang komprehensif, dan peningkatan aksesibilitas yang berkelanjutan, serta pengurangan biaya perjalanan sangat penting.

Pengembangan atraksi yang unik dan otentik yang menyoroti warisan budaya dan lingkungan Kalimantan juga penting. Mempromosikan ekowisata, wisata budaya, dan wisata sejarah dapat menawarkan pengalaman yang menarik bagi wisatawan yang mencari lebih dari sekadar arsitektur modern.

Keterlibatan masyarakat lokal secara aktif dalam pengembangan pariwisata IKN juga merupakan hal yang sangat penting. Keterlibatan ini mendorong rasa kepemilikan dan memastikan bahwa pariwisata memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang nyata bagi penduduk setempat.

Jika IKN gagal mengembangkan daya tarik wisata yang berkelanjutan, ada risiko bahwa investasi besar dalam infrastruktur dan fasilitas wisata tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan. IKN dapat menjadi kota administratif yang sepi dengan daya tarik wisata yang terbatas.

Oleh karena itu, dibutuhkan pergeseran strategis dalam pengembangan pariwisata IKN. Fokus harus bergeser dari sekadar membangun infrastruktur fisik menjadi menciptakan pengalaman wisata yang bermakna, berkelanjutan, dan memberdayakan masyarakat lokal.

Dengan mengadopsi pendekatan ini, IKN memiliki potensi untuk menjadi tujuan wisata yang benar-benar unik dan menarik, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di tingkat global.

Kuncinya terletak pada keberhasilan menggabungkan modernitas dengan kekayaan alam dan budaya Kalimantan, menciptakan identitas yang menarik bagi wisatawan dari seluruh dunia. Upaya ini akan menentukan apakah IKN memenuhi janjinya sebagai pusat peradaban baru dan tujuan wisata yang berkelanjutan.

Baca Juga:
Sejarah Panjang Kasunanan Surakarta: Mengenang Para Raja Keraton Solo

Hanya waktu yang akan membuktikan apakah IKN mampu bertransformasi dari sekadar proyek ambisius menjadi destinasi wisata yang berkelanjutan dan dicintai. Keberhasilan ini akan sangat bergantung pada komitmen para pemangku kepentingan untuk mewujudkan visi pariwisata yang inklusif, inovatif, dan berwawasan lingkungan, memastikan bahwa IKN tidak hanya menjadi simbol kemajuan, tetapi juga kebanggaan bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *