JAKARTA, 2 November 2025 – Industri kehutanan Indonesia tengah menghadapi paradoks yang mengkhawatirkan. Di satu sisi, produksi kayu secara keseluruhan terus meningkat, didorong oleh permintaan yang tinggi terhadap kayu-kayu murah seperti sengon, jabon, dan akasia. Di sisi lain, produksi kayu-kayu mewah dan bernilai tinggi seperti eboni, meranti, dan kayu indah semakin tergerus, bahkan terancam punah. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap fakta-fakta yang mencengangkan tentang kondisi kehutanan nasional.
Berdasarkan publikasi BPS tentang produksi kehutanan nasional, produksi kayu bulat Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan dalam 10 tahun terakhir. Kayu bulat sendiri merupakan kayu hasil penebangan, yang dapat berupa kayu bulat besar, kayu bulat sedang, atau kayu bulat kecil.
Sepanjang tahun 2024, produksi kayu bulat nasional berfluktuasi dari triwulan I hingga triwulan IV. Sempat menurun pada triwulan II menjadi 15,18 juta meter kubik, produksi kayu bulat kembali melonjak pada triwulan III, mencapai 17,63 juta meter kubik, sebelum akhirnya menurun kembali pada triwulan IV menjadi 16,36 juta meter kubik.
Secara keseluruhan, total produksi kayu bulat Indonesia mencapai 64,84 juta meter kubik pada tahun 2024. Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan tahun 2015, yang hanya mencapai 38,85 juta meter kubik. Peningkatan produksi ini menunjukkan bahwa industri kayu Indonesia terus tumbuh dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional.
Namun, di balik angka-angka yang menggembirakan tersebut, tersimpan masalah yang serius. Merujuk Lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003, jenis kayu dapat dikategorikan menjadi empat kelompok besar, yaitu jenis kayu rimba campuran, jenis kayu meranti, jenis kayu eboni, dan jenis kayu indah. Dari keempat kelompok tersebut, terdapat setidaknya 121 jenis kayu.
Jenis kayu yang paling banyak dihasilkan di Indonesia adalah jenis kayu rimba campuran, yakni mencapai 32,03 juta meter kubik pada 2024. Hampir setengah persen dari semua kayu yang diproduksi di Indonesia adalah kayu jenis ini. Adapun kelompok kayu yang termasuk kayu rimba campuran antara lain sengon, jabon, dan pinus. Jenis kayu ini biasa digunakan sebagai bahan baku furniture murah dan konstruksi.
Jenis kayu lain yang banyak diproduksi adalah akasia, yaitu sebanyak 27,57 juta meter kubik atau setara 42,5% dari total produksi nasional. Besarnya persentase ini salah satunya disebabkan karena beberapa jenis akasia seperti akasia berduri (Acacia nilotica) merupakan tanaman invasif, sehingga dapat tumbuh dan menyebar dengan cepat. Kayu akasia juga memiliki beragam kegunaan, mulai dari bahan baku furniture hingga industri kertas.
Sementara itu, produksi jenis kayu lainnya seperti kayu meranti (6,02%), kayu indah (1,04%), kayu eboni (0,002%), dan jenis lainnya tidak sampai 10%. Padahal, jenis kayu ini sangat premium bahkan harganya jutaan rupiah per meter kubik.
Eboni Terancam Punah: Harga Jutaan, Produksi Nol di Sebagian Besar Wilayah!
Salah satu jenis kayu yang paling mengkhawatirkan adalah eboni. Kayu eboni dikenal karena warna hitam dan tekstur halusnya. Karena karakteristik uniknya ini, kayu eboni banyak digunakan untuk kerajinan dan furniture mewah. Harga kayu Eboni berkisar sekitar Rp7 juta per meter kubik, terutama untuk kualitas terbaik dengan warna hitam merata. Negara-negara seperti Jepang dan Eropa menjadi tujuan utama ekspor kayu ini.
Pohon Eboni tumbuh di daerah tropis dengan curah hujan sedang hingga tinggi. Penanaman Eboni memerlukan waktu yang lama hingga mencapai ukuran panen, dan pengolahannya melibatkan pengeringan serta pemotongan presisi untuk mempertahankan kualitas dan estetika kayu.
Namun, data BPS menunjukkan fakta yang menyedihkan bahwa produksi kayu eboni sangat minim, bahkan nol di sebagian besar wilayah Indonesia. Data menunjukkan fakta bahwa kayu jenis eboni hanya dihasilkan di Sulawesi, Maluku dan Papua, dan juga Kalimantan. Uniknya, meskipun jenis kayu rimba campuran mendominasi produksi kayu nasional, Pulau Sumatra sebagai penghasil kayu terbesar justru mencatat volume produksi terbesar pada jenis akasia.
Kondisi ini sangat memprihatinkan karena eboni merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia yang bernilai tinggi dan memiliki potensi ekonomi yang besar. Jika produksi eboni terus menurun, maka Indonesia akan kehilangan salah satu aset berharganya dan pasar ekspor kayu mewah akan dikuasai oleh negara lain.
Sumatra Lumbung Kayu, Kalimantan Menyusul: Potret Distribusi Produksi yang Tidak Merata
Baca Juga:
Pengedar Sabu Bungkus Permen Mickey Mouse Dicokok Polres Serang!
Produksi kayu bulat nasional tersebar di berbagai daerah, namun distribusinya tidak merata. Pulau Sumatra menjadi lumbung kayu nasional, dengan total produksi mencapai 42,28 juta meter kubik atau setara 65% dari total produksi nasional.
Dari semua kayu yang dihasilkan di Sumatra, 58,5% diantaranya adalah jenis akasia. Kelompok kayu rimba campuran juga merupakan jenis yang paling banyak diproduksi di Sumatra, yakni mencapai 17 juta meter kubik atau 40,5% dari jumlah keseluruhan. Sementara itu, 1% sisanya berasal dari kelompok kayu meranti, kayu indah, dan jenis lainnya.
Di samping Sumatra, Kalimantan juga menjadi penyumbang kayu bulat terbesar. Sebanyak 13,15% (20,29 juta meter dari 64,84 juta meter kubik) kayu bulat Indonesia dihasilkan di Pulau Kalimantan.
Jenis yang paling banyak diproduksi di Kalimantan adalah kelompok kayu rimba campuran, yaitu sebesar 6,78 juta meter kubik atau sekitar 51% dari jumlah keseluruhan. Kelompok kayu meranti dan akasia juga menjadi penyumbang terbesar, masing-masingnya sekitar 24,33% dan 20,25% dari total kayu yang diproduksi di Kalimantan.
Pulau Jawa hanya berkontribusi sebesar 11,12% dari total produksi kayu bulat nasional, atau setara 7,21 juta meter kubik. Jenis utama yang dihasilkan di Jawa adalah kelompok kayu rimba campuran, yang produksinya mencapai 89% dari total produksi.
Daerah lain yakni Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, serta Maluku dan Papua hanya menyumbang sekitar 3,4% dari jumlah kayu bulat nasional. Jenis kayu yang paling banyak dihasilkan di wilayah tersebut juga berasal dari kelompok kayu rimba campuran.
Distribusi produksi kayu yang tidak merata ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia masih mengandalkan kayu-kayu murah dan cepat tumbuh seperti sengon, jabon, dan akasia. Sementara itu, potensi produksi kayu-kayu mewah dan bernilai tinggi di wilayah lain belum dimanfaatkan secara optimal.
Ancaman Kepunahan: Apa yang Harus Dilakukan?
Kondisi industri kehutanan Indonesia saat ini sangat memprihatinkan dan memerlukan tindakan yang cepat dan tepat. Jika tidak, maka Indonesia akan kehilangan kekayaan alamnya dan industri kayu akan semakin didominasi oleh kayu-kayu murah.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain:
– Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan: Pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap penebangan liar dan memastikan bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini penting untuk menjaga kelestarian hutan dan mencegah terjadinya deforestasi.
– Rehabilitasi Hutan: Pemerintah perlu melakukan rehabilitasi hutan yang rusak dan menggalakkan penanaman pohon, terutama pohon-pohon kayu mewah seperti eboni, meranti, dan kayu indah. Hal ini penting untuk meningkatkan produksi kayu-kayu mewah dan mencegah kepunahan.
– Pengembangan Industri Pengolahan Kayu: Pemerintah perlu mengembangkan industri pengolahan kayu yang mampu menghasilkan produk-produk bernilai tambah tinggi dari kayu-kayu mewah. Hal ini penting untuk meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan daya saing produk kayu Indonesia di pasar internasional.
– Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan dan memanfaatkan kayu secara bijak. Hal ini penting untuk menciptakan permintaan yang berkelanjutan terhadap kayu-kayu legal dan bersertifikasi.
Baca Juga:
Taklukkan Lelah! 10 Tips Jitu Lari Jarak Jauh Tanpa Kehabisan Energi
Masa depan industri kehutanan Indonesia berada di tangan kita semua. Jika kita tidak bertindak sekarang, maka kita akan kehilangan kekayaan alam yang tak ternilai harganya dan mewariskan kerusakan lingkungan kepada generasi mendatang. Mari kita bersama-sama menjaga kelestarian hutan Indonesia dan membangun industri kehutanan yang berkelanjutan dan sejahtera.









