YOGYAKARTA – Di tengah gempuran harga kebutuhan yang terus merangkak naik, masih ada secercah harapan yang terpancar dari sebuah warung sederhana di Bantul, Yogyakarta. Warung ‘Mie Ayam Om Kendi’, milik seorang wanita bernama Siti Maesaroh, tetap setia menawarkan semangkuk mi ayam lezat dengan harga yang tak lekang oleh waktu: Rp 4.000 saja. Sebuah harga yang sangat terjangkau, bahkan bagi anak-anak sekalipun.
Siti Maesaroh, wanita berusia 46 tahun ini, mengungkapkan bahwa alasannya mempertahankan harga mi ayam yang murah selama belasan tahun adalah agar semua orang, tanpa terkecuali, dapat menikmati hidangan mi ayam. Ia menyadari bahwa banyak anak-anak yang ingin menikmati mi ayam, namun uang saku mereka terbatas. Dengan harga Rp 4.000, Siti berharap anak-anak dapat dengan mudah membeli mi ayam di warungnya.
“Kenapa harganya segitu sampai sekarang ya biar semua bisa makan mi ayam. Apalagi kalau anak kecil diberi uang pas-pasan kan bisa beli mie ayam di sini. Intinya seperti itu,” ujar Siti, dengan senyum tulus yang menghiasi wajahnya, saat ditemui di warungnya yang sederhana di Kretek, Bantul, pada Senin (22/9/2025).
Namun, pertanyaan yang mungkin muncul di benak banyak orang adalah, bagaimana Siti bisa mempertahankan harga mi ayam yang begitu murah di tengah biaya produksi yang terus meningkat? Rahasianya ternyata terletak pada kemandirian dan efisiensi. Siti membuat mi sendiri, sehingga ia tidak perlu bergantung pada pasokan mi dari pihak lain yang harganya bisa fluktuatif. Selain itu, Siti juga tidak perlu memikirkan biaya sewa tempat, karena ia menumpang di lahan milik saudaranya.
“Dan berani harga segitu saya buat mi sendiri serta lokasinya ini tidak menyewa, tapi menumpang tempat saudara dari awal buka. Terus harga minuman murah karena es batu juga buat sendiri,” jelas Siti, dengan nada bicara yang sederhana namun penuh semangat.
Siti memulai usaha mi ayamnya sekitar 19 tahun lalu, dengan harga awal Rp 1.000 per mangkuk. Seiring berjalannya waktu, Siti secara bertahap menaikkan harga mi ayamnya, mulai dari Rp 1.500, Rp 2.000, Rp 2.500, Rp 3.000, hingga akhirnya mencapai Rp 4.000 seperti sekarang. Untuk porsi yang lebih besar, Siti menawarkan mi ayam jumbo dengan harga Rp 5.000.
Meskipun harga mi ayamnya sangat terjangkau, Siti tetap menjaga kualitas rasa dan bahan-bahan yang digunakan. Ia menggunakan ayam segar dan mi yang dibuat sendiri dengan bahan-bahan berkualitas. Dalam sehari, Siti menghabiskan sekitar dua kilogram ayam dan 3-4 kilogram gandum untuk membuat mi.
“Jadi jualannya tidak banyak juga kalau dihitung-hitung,” ungkap Siti, dengan nada bicara yang jujur.
Namun, bagi Siti, keuntungan bukanlahPrioritas utama. Ia lebih mengutamakan kepuasan pelanggan dan keberkahan dalam usahanya. Siti juga menyadari bahwa menjual mi ayam bukanlah sumber penghasilan utamanya.
Sehari-hari, Siti memproduksi emping di rumah dan berjualan es batu. Usaha mi ayam ini hanyalah sebagai usaha sampingan yang ia jalankan pada sore hingga malam hari.
“Saya sehari-hari membuat emping dan jualan es batu. Jadi bisa dibilang ini usaha sampingan saya, karena itu bukanya sore sampai malam,” jelas Siti, dengan senyum yang tak pernah pudar dari wajahnya.
Siti juga sangat memperhatikan kesehatannya. Ia tidak ingin terlalu memaksakan diri dalam berjualan mi ayam. Jika sudah melewati pukul 21.00 WIB, Siti enggan melayani pelanggan, meskipun masih ada stok mi ayam yang tersisa. Ia lebih memilih untuk beristirahat dan menjaga kesehatannya agar dapat terus berjualan di hari berikutnya.
“Bukanya kan sampai jam 9 malam, tapi kalau sudah jam 9 saya tidak melayani meski masih ada stok 2-3 porsi. Kenapa? Karena sudah saatnya istirahat, capek, dan jualan kan bisa besok lagi,” tutur Siti, dengan nada bicara yang bijak.
Baca Juga:
Banten Juara Grup C Popnas 2025: Sapu Bersih Kemenangan dengan Gemilang!
Meskipun hanya usaha sampingan, omzet yang diperoleh Siti dari berjualan mi ayam cukup lumayan, yaitu sekitar Rp 200 ribu per hari. Siti bersyukur atas penghasilan yang ia peroleh, meskipun tidak terlalu besar. Ia menggunakan uang hasil berjualan mi ayam untuk menyekolahkan kedua anaknya hingga lulus SMK.
“Ya untung sedikit. Tapi ya bisa untuk menyekolahkan dua anak saya sampai lulus SMK,” ucap Siti, dengan rasa syukur yang mendalam.
Kisah Siti Maesaroh, penjual mi ayam Rp 4.000 di Bantul, merupakan inspirasi bagi kita semua. Ia mengajarkan kita tentang pentingnya berbagi, kemandirian, kerja keras, dan rasa syukur. Di tengah era yang serba materialistis ini, Siti tetap memegang teguh prinsip-prinsip nilai kemanusiaan. Ia lebih mengutamakan kebahagiaan orang lain daripada keuntungan pribadi.
Siti Maesaroh adalah sosok pahlawan kuliner yang sesungguhnya. Ia tidak hanya menjual mi ayam, tetapi juga menjual kebaikan dan harapan. Warung ‘Mie Ayam Om Kendi’ bukan hanya sekadar tempat makan, tetapi juga tempat berbagi dan menjalin silaturahmi.
Kisah Siti Maesaroh ini juga menjadi bukti bahwa usaha kecil pun dapat memberikan dampak yang besar bagi masyarakat. Dengan ketekunan, kreativitas, dan semangat untuk berbagi, usaha kecil dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja.
Pemerintah perlu memberikan dukungan kepada para pelaku usaha kecil seperti Siti Maesaroh, agar mereka dapat terus mengembangkan usahanya dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Dukungan dapat berupa pelatihan, modal usaha, akses pasar, dan kemudahan perizinan.
Selain itu, masyarakat juga perlu memberikan dukungan kepada para pelaku usaha kecil dengan cara membeli produk-produk mereka. Dengan membeli produk-produk lokal, kita turut membantu meningkatkan perekonomian daerah dan melestarikan budaya kuliner Indonesia.
Kisah Siti Maesaroh ini juga menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu bersyukur atas apa yang kita miliki dan untuk selalu berbagi dengan orang lain yang membutuhkan. Sekecil apapun yang kita berikan, akan sangat berarti bagi orang lain.
Siti Maesaroh adalah contoh nyata bahwa kebaikan akan selalu berbalas kebaikan. Meskipun hanya menjual mi ayam dengan harga murah, Siti telah mendapatkan lebih dari sekadar uang. Ia mendapatkan kepuasan batin, keberkahan dalam usaha, dan cinta dari para pelanggannya.
Kisah Siti Maesaroh ini juga menjadi inspirasi bagi para generasi muda untuk tidak takut memulai usaha. Dengan ide kreatif, semangat pantang menyerah, dan kemauan untuk belajar, siapa pun dapat meraih kesuksesan dalam berwirausaha.
Siti Maesaroh adalah bukti bahwa kesuksesan tidak selalu diukur dengan materi. Kesuksesan sejati adalah ketika kita dapat memberikan manfaat bagi orang lain dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.
Kisah Siti Maesaroh ini akan terus menginspirasi dan membangkitkan semangat untuk terus berkarya dan berbuat baik. Siti Maesaroh adalah pahlawan kuliner sejati yang patut kita teladani.
Baca Juga:
Antara Manfaat dan Bahaya Kopi Jika Dikonsumsi Setiap Hari
Warung ‘Mie Ayam Om Kendi’ akan terus menjadi warung kebanggaan masyarakat Bantul dan menjadi saksi bisu tentang kebaikan dan ketulusan seorang Siti Maesaroh. Semoga kisah Siti Maesaroh ini dapat terus menginspirasi dan memberikan semangat bagi kita semua untuk terus berkarya dan berbuat baik.









