JAKARTA – Kabar baik datang dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terkait penanganan cengkih yang terkontaminasi radioaktif. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengumumkan bahwa kasus cengkih terpapar Cesium-137 (Cs-137) yang berasal dari Lampung Selatan telah berhasil ditangani oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Cesium 137.
Hanif menjelaskan, berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh Satgas, paparan Cs-137 pada cengkih tersebut berasal dari area pemakaman di Lampung Selatan.
“Satgas telah menyelesaikan penanganan radionuklida cesium 137 di Lampung Selatan. Jadi yang Lampung Selatan, di pemakaman sudah disemen, sehingga untuk Lampung posisinya sudah clear,” ungkap Hanif dalam keterangannya, Sabtu (1/11/2025).
Pernyataan ini memberikan angin segar bagi masyarakat Lampung Selatan, khususnya para petani cengkih, yang sempat khawatir dengan dampak kontaminasi radioaktif tersebut terhadap produk pertanian mereka.
Namun, permasalahan terkait cengkih terkontaminasi radioaktif tidak berhenti di Lampung Selatan. Menteri Hanif juga menyinggung kasus cengkih ekspor asal Surabaya yang dikembalikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Hanif menyatakan bahwa pihaknya akan terus memantau hasil pemeriksaan terhadap komoditas cengkih tersebut.
“Kami sudah ikut ke Surabaya, mendapat laporan dari tim Gagana, akan segera ditangani. Saya sangat mengapresiasi kerja keras Satgas di daerah sampai di pusat yang dengan cepat menangani ini, mudah-mudahan selesai sebelum tahun baru,” tutur dia.
Kasus cengkih asal Surabaya ini menjadi perhatian serius, mengingat potensi dampaknya terhadap perekonomian Jawa Timur, khususnya sektor ekspor. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, bahkan secara langsung menghubungi Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, untuk meminta bantuan penanganan kontainer berisi cengkih yang dinyatakan sebagai suspek radioaktif Cesium 137.
“BRIN turun untuk mengidentifikasi,” kata Khofifah saat dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (29/10/2025).
Khofifah mengaku berdiskusi panjang dengan Kepala BRIN terkait tahapan-tahapan penanganan cengkih tersebut. Ia khawatir jika kedatangan kontainer cengkih Cs-137 di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya tidak ditangani dengan serius, akan berdampak negatif pada ekonomi, terutama produk-produk ekspor Jawa Timur.
Kecepatan dan ketepatan penanganan kasus ini menjadi krusial untuk memulihkan kepercayaan pasar internasional terhadap produk-produk pertanian Indonesia. Pemerintah menyadari betul pentingnya menjaga kualitas dan keamanan produk ekspor, terutama di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Selain kasus cengkih, Indonesia juga pernah menghadapi kasus serupa terkait kontaminasi radioaktif pada udang ekspor asal Cikande, Serang, Banten. Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup, Rasio Ridho Sani, menjelaskan bahwa petugas telah menyelesaikan dekontaminasi 22 pabrik yang terpapar radioaktif di Cikande.
Baca Juga:
Banten Catat Rekor: Angka Harapan Hidup Naik, Lansia Jadi Prioritas!
“Untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat, kegiatan dekontaminasi di luar pabrik, terutama di zona merah termasuk permukiman, lapak, dan lahan kosong secara intensif terus dilakukan oleh Satgas,” kata Rasio, Kamis (30/10/2025).
Rasio juga menjelaskan bahwa paparan Cesium-137 di zona merah Cikande dipicu oleh penggunaan limbah peleburan logam atau slag yang terkontaminasi radioaktif. Limbah ini digunakan masyarakat sebagai material urugan. Dari 12 lokasi yang teridentifikasi di zona merah, lima di antaranya telah didekontaminasi, sementara tujuh lokasi lainnya masih dalam proses dekontaminasi intensif.
Keberhasilan dekontaminasi di Cikande memberikan harapan bahwa kasus serupa di Lampung Selatan dan Surabaya juga dapat segera diselesaikan.
Rangkaian kasus kontaminasi radioaktif ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap penggunaan bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3), serta limbah B3.
Pelaku industri perlu lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan limbah mereka, dan masyarakat perlu lebih waspada terhadap potensi bahaya yang ditimbulkan oleh limbah B3.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya radioaktif dan cara-cara pencegahannya. Masyarakat perlu memahami risiko yang terkait dengan paparan radioaktif, serta cara-cara melindungi diri dan keluarga dari bahaya tersebut. Pemerintah dan media massa perlu bekerja sama untuk memberikan informasi yang akurat dan terpercaya kepada masyarakat mengenai isu ini.
Penanganan kasus kontaminasi radioaktif membutuhkan kerja sama yang solid antara berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, BRIN, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), pelaku industri, dan masyarakat. Dengan kerja sama yang baik, diharapkan kasus-kasus serupa dapat dicegah dan ditangani secara efektif di masa depan.
Indonesia memiliki potensi besar di sektor pertanian dan perikanan. Namun, potensi ini hanya dapat diwujudkan jika produk-produk pertanian dan perikanan Indonesia aman, berkualitas, dan terbebas dari kontaminasi bahan-bahan berbahaya.
Pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap produk-produk pertanian dan perikanan, serta memastikan bahwa produk-produk tersebut memenuhi standar keamanan dan kesehatan yang berlaku.
Selain itu, pemerintah juga mendorong pengembangan teknologi dan inovasi di sektor pertanian dan perikanan, untuk menghasilkan produk-produk yang lebih berkualitas, efisien, dan berkelanjutan.
Baca Juga:
Bangga! 7 Minuman Asli Indonesia Masuk Daftar Terlezat Dunia Versi TasteAtlas 2025!
Dengan teknologi dan inovasi, diharapkan sektor pertanian dan perikanan Indonesia dapat bersaing di pasar global dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional.



