JAKARTA – Toyota kembali membuat gebrakan yang berpotensi mengubah wajah industri otomotif dunia! Pabrikan raksasa asal Jepang ini tidak hanya fokus pada mobil listrik, tetapi juga gencar mengembangkan bahan bakar alternatif ramah lingkungan yang lebih inovatif: bioetanol dari sampah!
Ya, Toyota sedang mengembangkan teknologi revolusioner yang mampu mengubah sampah dan limbah pertanian menjadi bahan bakar kendaraan. Jika teknologi ini berhasil diimplementasikan secara massal, maka kita bisa mengucapkan selamat tinggal pada ketergantungan pada bahan bakar minyak (BBM) fosil yang semakin menipis dan mencemari lingkungan.
Media berkesempatan menyaksikan langsung fasilitas riset bioetanol ini saat mengikuti rangkaian kunjungan Japan Mobility Show 2025, pekan lalu. Fasilitas yang berlokasi di Fukushima ini merupakan hasil kerjasama Toyota dengan sejumlah produsen otomotif dan perusahaan energi ternama, seperti Subaru, Daihatsu, Suzuki, Mazda, Eneos, dan Toyota Tsusho. Proyek ini juga mendapatkan dukungan dari berbagai pihak lainnya.
Fasilitas riset yang baru dibuka pada tahun 2024 ini diberi nama raBit (Research Association of Biomass Innovation for Next Generation Automobile Fuel).
Nama ini sangat sesuai dengan tujuannya, yaitu menciptakan bahan bakar karbon netral generasi baru yang tidak lagi bersumber pada material pangan.
Seperti yang kita ketahui, pengembangan etanol yang banyak dilakukan di seluruh dunia saat ini masih mengandalkan tanaman-tanaman pangan seperti jagung, tebu, atau bahkan singkong.
Namun, hal ini dianggap kurang etis oleh sebagian kalangan karena menimbulkan tarik ulur antara ketahanan pangan dan kebutuhan energi.
Di raBit, Toyota melakukan pendekatan yang berbeda. Mereka mengembangkan bahan bakar menggunakan sampah atau limbah sisa pertanian, seperti jerami padi dan sisa pengolahan tebu.
Dengan kata lain, mereka memanfaatkan limbah yang selama ini dianggap tidak berguna menjadi sumber energi yang bernilai tinggi.
Yasunobu Seki, Chairperson of Steering Committee raBit, menyebut apa yang mereka kembangkan merupakan etanol generasi kedua. Karena merupakan terobosan baru, etanol dari bahan nonpangan ini masih dalam proses pengembangan intensif.
Apalagi, rangkaian proses pembuatan etanol generasi kedua ini lebih rumit dibandingkan generasi pertama.
Baca Juga:
Jakarta Lebih Sehat! Truk Sampah Listrik Jadi Garda Depan Kebersihan dan Lingkungan!
Namun, hasil pengembangan yang terus dilakukan raBit saat ini cukup menjanjikan. Didapati bahwa satu ton sampah/limbah sisa pertanian bisa menghasilkan 300 liter bioetanol. Jumlah ini tentu saja sangat signifikan dan berpotensi untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan di masa depan.
Pengembangan bioetanol berbasis tanaman nonpangan ini juga menekankan kembali pendekatan yang ditempuh Toyota, yakni Mobility for All dan Multi Pathway. Toyota memahami betul bahwa setiap negara memiliki kekayaan alam dan modal ketahanan energi yang berbeda.
Oleh karena itu, mereka tidak hanya menawarkan satu solusi pilihan kendaraan ramah lingkungan (BEV), tetapi juga bagaimana mengembangkan industri tanpa meninggalkan ‘kearifan energi lokal’.
Pakar Proses Konversi Biomassa Institut Teknologi Bandung (ITB), Ronny Purwadi, menjelaskan bahwa kendaraan berbahan bakar bioetanol menjadi salah satu pilihan untuk membantu mengurangi emisi gas buang.
“Bicara secara global, penggunaan bahan pangan untuk produksi bahan bakar kendaraan masih memunculkan perdebatan, apakah hal itu etis. Karena itulah penting untuk terus mengembangkan riset etanol berbasis komoditas nonpangan,” kata Wakil Presiden Eksekutif sekaligus Kepala Teknologi (Chief Technology Officer/CTO) TMC, Hiroki Nakajima, pada kesempatan berbeda di Jepang.
Kabar baiknya, mobil-mobil Toyota saat ini sudah siap untuk ‘menenggak’ etanol. Presiden Pusat Pengembangan Rekayasa Mesin Netral Karbon TMC, Keiji Kaita, mengingatkan bahwa sebagian besar mesin bertenaga bensin kendaraan Toyota sudah siap menggunakan bahan bakar tercampur etanol berbagai level.
“Artinya, setiap negara dapat menyesuaikan penerapannya dengan mempertimbangkan kondisi iklim, infrastruktur, maupun kebijakan energi masing-masing,” kata Kaita di Jepang.
Di Indonesia, pengembangan bioetanol ini sejalan dengan strategi yang sudah dicanangkan pemerintah. Pemerintah Indonesia baru-baru ini menyatakan rencana untuk menerapkan peraturan kewajiban penggunaan bensin dengan campuran etanol 10 persen (B10) yang bakal mulai berlaku pada 2027.
Toyota bahkan memiliki line up kendaraan yang bisa menggunakan etanol hingga kadar 100% (E100). Komitmen ini semakin ditegaskan dengan rencana Toyota untuk mempertimbangkan membangun pabrik etanol di Indonesia bekerjasama dengan Pertamina.
Jika semua rencana ini berjalan lancar, maka Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara terdepan dalam pengembangan dan pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Kita bisa mengurangi ketergantungan pada BBM fosil, mengurangi emisi gas buang, dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor energi terbarukan.
Baca Juga:
Diplomasi di Sekolah: Jejak Amerika Latin Hiasi Pendidikan Indonesia!
Jadi, mari kita dukung terus upaya Toyota dan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar masa depan! Dengan inovasi dan kerjasama, kita bisa menciptakan dunia yang lebih hijau dan berkelanjutan!









