Menu

Mode Gelap

Wisata · 4 Nov 2025 08:12 WIB

Surga Tercoreng? Heboh “Getok Harga” di Labuan Bajo Ancam Citra Pariwisata NTT


 Surga Tercoreng? Heboh “Getok Harga” di Labuan Bajo Ancam Citra Pariwisata NTT Perbesar

Labuan Bajo, permata Nusa Tenggara Timur yang mempesona, kini tengah diterpa badai. Bukan badai alam, melainkan badai isu “getok harga” yang mengancam citranya sebagai destinasi wisata kelas dunia. Kabar tentang rombongan Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) yang ditagih Rp 16 juta di sebuah rumah makan seafood di Kampung Ujung, telah mengguncang dunia pariwisata, memicu perdebatan sengit, dan memaksa pemerintah turun tangan.

Kejadian yang berlangsung pada tanggal 26 Oktober 2025 ini, bermula ketika rombongan Astindo usai menikmati santap malam di sebuah lapak kuliner seafood yang dikelola oleh seorang pedagang berinisial YY. Alangkah terkejutnya mereka, ketika menerima nota tagihan dengan angka yang fantastis, mencapai Rp 16 juta.

Merasa menjadi korban “getok harga”, rombongan Astindo pun melayangkan protes, dan kabar ini dengan cepat menyebar di media sosial, menjadi viral dan menuai kecaman dari berbagai pihak.

Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, yang sadar akan dampak buruk isu ini terhadap citra pariwisata Labuan Bajo, langsung bergerak cepat. Kepala Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi, Koperasi, dan UMKM Manggarai Barat, Theresia Primadona Asmon, langsung memanggil YY untuk dimintai klarifikasi.

Dalam klarifikasinya, YY membantah tudingan “getok harga” tersebut. Ia menjelaskan bahwa total tagihan sebesar Rp 15,8 juta (termasuk PPN 10%) adalah untuk 32 orang, termasuk sopir rombongan. YY juga mengklaim bahwa harga telah disepakati sebelum makanan diolah dan disajikan, serta telah menunjukkan daftar harga menu kepada pemesan.

“Saya sudah jelaskan ke dia (pemesan), kalau dari awal kami tidak deal harga, kami tidak mungkin mau kerja. Karena sudah deal harga dari awal,” tegas YY, seperti dikutip dari detikBali.

YY juga menambahkan bahwa harga seafood yang dipesan rombongan Astindo memang tergolong mahal, karena harga dari pengepul juga mahal. Ia mencontohkan harga kepiting dalam akuarium yang mencapai Rp 350 ribu per kilogram, dan ikan ekspor yang dibelinya seharga Rp 225 ribu hingga Rp 250 ribu per kilogram.

Theresia Primadona Asmon, yang akrab disapa Ney, pun memberikan pembelaan kepada YY. Menurutnya, tidak ada “getok harga” yang dilakukan oleh rumah makan tersebut. YY telah transparan dalam menetapkan harga dengan menyediakan daftar harga dan timbangan.

“Semua harga tertera dan dengan timbangan. Kami menghitung bersama owner harga di bill (tagihan) dengan di daftar menu, angkanya sesuai,” ujar Ney. “Bagi kami, pelaku usaha sudah taat karena menyediakan daftar menu dan harga dan juga timbangan. Jadi ada transparansi harga.”

Namun, penjelasan dari YY dan Ney tidak serta merta meredakan kontroversi. Banyak pihak yang tetap meragukan kebenaran klaim tersebut, dan menganggap bahwa harga yang ditawarkan tetap tidak wajar.

Apalagi, beredar rincian pemesanan rombongan Astindo yang menunjukkan harga yang fantastis untuk beberapa menu, seperti 11 porsi kepiting asam manis seharga Rp 3,3 juta, dan 6 porsi lobster steam seharga Rp 2,8 juta.

“Bagaimana mungkin harga kepiting asam manis bisa sampai Rp 300 ribu per porsi? Itu tidak masuk akal,” ujar seorang netizen yang memberikan komentar di media sosial. “Ini jelas-jelas “getok harga”.”

Tim detikBali bahkan sampai turun langsung ke lapangan, mendatangi lapak YY untuk mencari tahu kebenaran cerita ini.

Baca Juga:
Rahasia Pembentukan Otot: Berapa Lama Waktu yang Dibutuhkan?

Di sana, mereka menemukan suasana yang tegang dan penuh prasangka. YY terlihat berhati-hati dalam memberikan keterangan, dan berusaha meyakinkan bahwa dirinya tidak bersalah.

“Saya sudah menurunkan tagihan menjadi Rp 14 juta lebih setelah menerima komplain,” ujar YY. “Saya tidak mau ribut-ribut, yang penting masalah ini cepat selesai.”

Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa harga makanan di Labuan Bajo bisa begitu mahal? Apakah ini hanya ulah oknum pedagang nakal, atau ada faktor lain yang menyebabkan harga melambung tinggi?

Menurut beberapa pengamat pariwisata, mahalnya harga makanan di Labuan Bajo disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

– Biaya transportasi yang tinggi: Labuan Bajo adalah daerah terpencil, sehingga biaya transportasi untuk mendatangkan bahan baku makanan menjadi mahal.

– Keterbatasan pasokan: Pasokan bahan baku makanan di Labuan Bajo terbatas, sehingga harga menjadi tinggi.

– Permintaan yang tinggi: Labuan Bajo adalah destinasi wisata yang populer, sehingga permintaan terhadap makanan juga tinggi, yang mendorong harga naik.

– Kurangnya pengawasan: Pengawasan terhadap harga makanan di Labuan Bajo masih kurang, sehingga ada oknum pedagang yang memanfaatkan situasi untuk mencari keuntungan lebih.

Isu “getok harga” ini tentu menjadi tamparan keras bagi dunia pariwisata Labuan Bajo. Jika tidak segera diatasi, isu ini dapat merusak citra Labuan Bajo sebagai destinasi wisata yang ramah dan terjangkau.

Pemerintah dan pelaku pariwisata harus bekerja sama untuk mengatasi masalah ini, dengan cara meningkatkan pengawasan terhadap harga makanan, memberikan pelatihan kepada pedagang tentang pelayanan yang baik, dan meningkatkan pasokan bahan baku makanan.

Labuan Bajo adalah surga yang mempesona, namun surga ini bisa tercoreng jika isu “getok harga” terus berlanjut. Mari kita jaga bersama keindahan dan keramahan Labuan Bajo, agar tetap menjadi destinasi wisata yang membanggakan bagi Indonesia.

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, bahwa transparansi, kejujuran, dan pelayanan yang baik adalah kunci utama untuk membangun pariwisata yang berkelanjutan.

Baca Juga:
Perburuan ‘Harta Karun’ Rp 216 Triliun di Bawah Laut: Siapa Saja yang Terlibat?

Jangan sampai Labuan Bajo kehilangan pesonanya hanya karena ulah segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab.

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Musim Hujan Tiba, Liburan Jadi Bencana? Hindari 5 Destinasi Wisata Ini!

12 November 2025 - 19:47 WIB

Ironi Kasteel Batavia: Kejayaan VOC Terkubur Sampah dan Truk, Pemerintah Angkat Tangan?

12 November 2025 - 19:38 WIB

Kali Cokel Pacitan: “Amazon” di Jawa Timur yang Wajib Dikunjungi!

12 November 2025 - 18:45 WIB

Banten Berkomitmen: Pariwisata Inklusif dengan Pelatihan Pemandu Disabilitas

12 November 2025 - 18:10 WIB

Pesona Sunset di CityBeach Panjibuwono: Destinasi Wisata Gratis yang Wajib Dikunjungi di Bekasi

12 November 2025 - 07:53 WIB

WNA Jadi Pemandu Wisata Ilegal di Thailand: Warga Lokal Geram, Pemerintah Harus Bertindak!

11 November 2025 - 20:59 WIB

Trending di Wisata