RANGKASBITUNG – Di Stasiun Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, jarum jam menunjukkan pukul 23.00 WIB, Selasa (4/11/2025). Suasana di ruang tunggu luar stasiun tampak ramai oleh belasan penumpang yang terpaksa bermalam di sana. Kursi-kursi besi yang berderet nyaris penuh, dengan sebagian orang sudah terlelap, menjadikan tas sebagai bantal seadanya.
Malam itu, ruang tunggu sederhana ini menjadi saksi bisu perjuangan para penumpang yang tertinggal kereta, baik kereta lokal tujuan Merak maupun KRL terakhir menuju Jakarta.
Fasilitas yang tersedia di ruang tunggu terbilang minim: hanya kursi besi di bawah atap seng, tanpa kipas angin untuk mengusir gerah, dan tanpa colokan listrik untuk mengisi daya perangkat elektronik.
Namun, bagi mereka yang tak punya pilihan lain, ruang tunggu ini menjadi satu-satunya tempat berlindung hingga fajar menyingsing.
Di salah satu sudut, tampak Aisah (63), seorang warga Cilegon, yang baru saja tiba dari Depok setelah menempuh perjalanan panjang dengan KRL. Raut wajahnya menunjukkan kebingungan dan kelelahan.
Seharusnya, ia melanjutkan perjalanan ke Cilegon dengan KA Lokal Merak, tetapi kereta terakhir telah berangkat sebelum ia tiba di Rangkasbitung.
“Saya bingung mau ke mana, enggak ada pilihan kendaraan lain ke Cilegon dari sini. Kayaknya mau istirahat di sini saja,” ujarnya dengan nada pasrah.
Baginya, menyewa penginapan bukanlah pilihan yang realistis, sementara transportasi daring ke Cilegon terlalu mahal untuk kantongnya. Dengan uang yang hanya tersisa Rp 6.000, cukup untuk ongkos kereta dan angkot ke rumah, Aisah memutuskan untuk bermalam di stasiun, berharap kereta pertama pukul 05.30 WIB akan membawanya pulang.
Tak jauh dari Aisah, duduklah Agung (33), seorang warga Kalianda, Lampung, dengan ransel besar di sampingnya. Ia berniat menuju Kebayoran, Jakarta Selatan, namun nasib berkata lain. KRL terakhir ke Tanah Abang telah berlalu satu jam sebelumnya.
“Saya dari Lampung, naik kapal ke Merak lalu lanjut kereta ke Rangkasbitung. Sampai sini malah nggak keburu naik KRL,” keluhnya dengan wajah gelisah.
Baca Juga:
Catat! Libur Nasional & Cuti Bersama 2026 Resmi Diumumkan, Ada 5 Hari untuk Lebaran!
Agung terus menggenggam ponselnya, berbicara cepat dengan seseorang, mengabarkan bahwa ia tertinggal kereta.
Sesekali, ia menghampiri petugas stasiun, mencari informasi tentang kemungkinan adanya kereta malam menuju Jakarta. Namun, jawabannya selalu sama: nihil. Agung sempat mencari alternatif transportasi lain, tetapi bus sudah tidak beroperasi, dan taksi online menawarkan harga yang fantastis, Rp 500.000 ke Jakarta. Akhirnya, dengan berat hati, ia memilih untuk menghabiskan malam di ruang tunggu stasiun.
“Ya nggak nyaman, tapi mau gimana lagi. Paling nunggu KRL pertama ke Jakarta jam 04.00 pagi,” ucapnya pasrah.
Di antara para penumpang yang terdampar, terselip harapan akan perbaikan layanan transportasi. Kahfi (24), seorang pemuda yang baru pulang dari Serpong dan hendak menuju Serang, mengungkapkan harapannya agar jalur KRL diperpanjang hingga Serang.
Ia menilai, banyak warga Serang yang bekerja di Jabodetabek akan sangat terbantu jika mereka tidak perlu lagi transit di Rangkasbitung untuk berganti kereta.
“Pengguna KRL dari Serang yang kerja di Jabodetabek itu banyak. Tapi tiap hari harus transit dulu di Rangkasbitung buat nyambung naik KRL,” ujarnya.
Senada dengan Kahfi, Fajar (22), seorang mahasiswa asal Serang yang baru tiba dari Palmerah, juga merasakan kesulitan yang sama. Ia berharap agar rute KRL diperpanjang hingga Merak, atau setidaknya, jadwal KA Lokal Merak ditambah hingga malam hari.
“Atau minimal jadwal KA Lokal Merak ditambah sampai malam. Misalnya ada yang jam 22.00, supaya pekerja dari Jakarta masih bisa pulang,” harapnya.
Kisah-kisah para penumpang yang terpaksa bermalam di Stasiun Rangkasbitung ini menjadi potret nyata permasalahan transportasi yang dihadapi masyarakat.
Keterbatasan jadwal kereta dan belum memadainya rute KRL memaksa sebagian orang untuk memilih “hotel dadakan” yang jauh dari kata nyaman.
Baca Juga:
Pro Kontra BBM Bobibos: Klarifikasi ESDM dan Proses Panjang di Balik Inovasi Energi
Semoga, aspirasi dan harapan mereka dapat didengar dan diwujudkan oleh pihak-pihak terkait, demi meningkatkan kualitas hidup dan mobilitas masyarakat.









