Tentu, berikut adalah narasi berita yang lebih menarik dan dikembangkan, ditulis dengan gaya bercerita yang mengalir, menghilangkan format poin-poin, dan menggunakan bahasa yang lebih hidup, berdasarkan artikel Detik Food tentang kasus getok harga di tempat wisata:
Ketika Liburan Jadi Mimpi Buruk: Kisah-Kisah Getok Harga yang Bikin Dompet Menjerit di Tempat Wisata
JAKARTA, 1 November 2025 – Aroma liburan, seharusnya, adalah aroma kebahagiaan, petualangan, dan pengalaman baru yang tak terlupakan. Namun, bagi sebagian wisatawan, aroma ini bisa berubah menjadi bau asam kekecewaan dan bahkan kemarahan, akibat praktik curang yang bernama “getok harga.” Ya, fenomena ini, di mana pedagang nakal menagih harga tak masuk akal kepada pembeli, masih saja menghantui destinasi-destinasi wisata, merusak citra pariwisata, dan meninggalkan luka di hati para pelancong.
Belum lama ini, Labuan Bajo, mutiara Nusa Tenggara Timur yang memesona, kembali menjadi sorotan akibat dugaan praktik getok harga yang menimpa rombongan agen perjalanan. Bayangkan saja, setelah seharian menikmati keindahan alam Labuan Bajo, rombongan ini harus menelan pil pahit saat menerima tagihan makan malam di sebuah pusat kuliner seafood yang mencapai angka fantastis: Rp 16 juta!
Tentu saja, kejadian ini langsung memicu reaksi keras dari berbagai pihak, dan pemerintah pun berjanji untuk menindak tegas para pelaku.
Namun, Labuan Bajo hanyalah satu dari sekian banyak tempat wisata yang menjadi arena perburuan para “predator” getok harga. Kisah-kisah serupa terus bermunculan, mencoreng pengalaman liburan yang seharusnya menyenangkan. Mari kita simak beberapa contoh kasus yang sempat viral dan membuat geleng-geleng kepala:
Di Pontianak, seorang YouTuber asal Korea Selatan bernama Hari Jisun, yang dikenal dengan konten kulinernya, mengalami pengalaman kurang menyenangkan saat mencicipi durian lokal. Awalnya, ia sangat antusias untuk menikmati buah eksotis tersebut.
Namun, senyumnya langsung memudar saat pedagang menagih harga Rp 150.000 untuk satu buah durian yang ternyata belum matang sempurna. Hari Jisun pun merasa kecewa, bukan hanya karena rasa durian yang tak sesuai harapan, tetapi juga karena merasa diperlakukan tidak adil sebagai seorang wisatawan.
Lombok, pulau seribu masjid yang terkenal dengan keindahan pantainya, juga tak luput dari praktik getok harga. Seorang turis asing yang berniat baik, memborong es krim dari pedagang keliling untuk dibagikan kepada warga sekitar.
Namun, niat baiknya ini justru dimanfaatkan oleh pedagang, yang kemudian menagih harga yang jauh lebih mahal dari seharusnya. Sang turis pun merasa kecewa dan heran, karena masyarakat yang menerima es krim justru terkesan mendukung aksi pedagang tersebut.
Tak hanya menimpa wisatawan asing, praktik getok harga juga kerap dialami oleh wisatawan domestik. Seorang netizen di media sosial X (dulu Twitter), mengungkapkan kekecewaannya setelah membeli semangkuk bakso di warung kaki lima.
Seporsi bakso yang terlihat biasa saja, dengan mie kuning, bakso kecil, dan sayuran, dihargai Rp 40.000. Sementara segelas es teh yang menjadi teman setia makan bakso, dihargai Rp 15.000. Tentu saja, harga ini dianggap terlalu mahal untuk ukuran warung kaki lima, dan netizen tersebut pun merasa dirugikan.
Bahkan, di sebuah pulau wisata di Malaysia, seorang pengunjung harus membayar Rp 472.000 untuk beberapa menu seafood yang dipesan di warung tenda. Merasa tak terima dengan harga yang tak wajar, ia pun membagikan pengalamannya di media sosial, dan menyebutnya sebagai aksi penipuan (scam).
Kisah-kisah ini hanyalah sebagian kecil dari fenomena getok harga yang terus menghantui dunia pariwisata. Praktik curang ini tidak hanya merugikan wisatawan secara finansial, tetapi juga merusak pengalaman liburan mereka, dan mencoreng citra pariwisata Indonesia di mata dunia.
Baca Juga:
Kali Pusur Klaten: Sensasi Mendayung di Tengah Keindahan Alam yang Terjaga!
Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah praktik getok harga ini terus berlanjut? Tentu saja, dibutuhkan kesadaran dan tindakan nyata dari semua pihak, mulai dari pemerintah, pelaku wisata, hingga wisatawan itu sendiri.
Pemerintah, sebagai regulator, memiliki peran penting dalam menindak tegas para pelaku getok harga dan menciptakan regulasi yang jelas dan melindungi konsumen. Pengawasan yang ketat dan sanksi yang berat diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pedagang nakal. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat, khususnya para pelaku wisata, tentang pentingnya menjaga citra pariwisata dan memberikan pelayanan yang jujur dan berkualitas.
Para pelaku wisata, seperti pengelola hotel, restoran, dan agen perjalanan, juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga reputasi industri pariwisata. Mereka harus memastikan bahwa semua harga yang ditawarkan transparan dan wajar, serta memberikan pelayanan yang prima kepada para wisatawan.
Selain itu, mereka juga dapat berperan aktif dalam mengkampanyekan anti-getok harga dan melaporkan praktik-praktik curang yang terjadi di sekitar mereka.
Dan yang tak kalah penting, adalah peran wisatawan itu sendiri. Sebagai konsumen, wisatawan memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat tentang harga barang dan jasa yang mereka beli. Mereka juga berhak untuk menolak membayar harga yang tak wajar atau tidak sesuai dengan kesepakatan awal.
Jika mengalami praktik getok harga, wisatawan jangan ragu untuk melaporkannya kepada pihak berwajib atau melalui media sosial, agar kasus tersebut dapat ditindaklanjuti dan menjadi pelajaran bagi yang lain.
Selain itu, ada beberapa tips sederhana yang bisa dilakukan wisatawan untuk menghindari menjadi korban getok harga:
– Lakukan riset sebelum bepergian: Cari tahu tentang harga-harga umum di tempat wisata yang akan dikunjungi, baik harga makanan, transportasi, maupun akomodasi.
– Bandingkan harga sebelum membeli: Jangan terburu-buru membeli barang atau jasa dari satu tempat saja. Bandingkan harga dari beberapa tempat yang berbeda, agar mendapatkan harga yang terbaik.
– Tanyakan harga dengan jelas: Sebelum memesan makanan atau menggunakan jasa, pastikan untuk menanyakan harga dengan jelas dan rinci. Jika ada daftar menu, perhatikan baik-baik harga yang tertera.
– Negosiasi harga jika memungkinkan: Di beberapa tempat, terutama di pasar tradisional atau warung kecil, Anda bisa mencoba untuk menegosiasi harga.
– Simpan bukti transaksi: Simpan semua bukti transaksi, seperti nota atau struk pembayaran, sebagai bukti jika terjadi masalah di kemudian hari.
– Jangan takut untuk menolak: Jika Anda merasa harga yang ditawarkan tidak wajar, jangan takut untuk menolak dan mencari tempat lain.
Dengan kesadaran, tindakan nyata, dan kerjasama dari semua pihak, kita dapat memberantas praktik getok harga dan menciptakan industri pariwisata yang jujur, berkualitas, dan berkelanjutan.
Baca Juga:
KAI Dukung Pariwisata: Perjalanan Kereta Api Ditambah, Destinasi Wisata Makin Terjangkau
Mari jadikan liburan sebagai pengalaman yang menyenangkan dan tak terlupakan, bukan sebagai mimpi buruk yang bikin dompet menjerit. Karena, sejatinya, kebahagiaan liburan tidak seharusnya ternodai oleh praktik curang yang merugikan.



